Translate

Wednesday, March 6, 2013

"Dari Negeri Abal-abal" Syarifuddin Arifin di Jawa



Selasa, 05 Maret 2013 - 05:51:49 WIBJAKARTA, SO -- Syarifuddin Arifin, penyair kota Padang terpilih sebagai satu di antara "99 Penyair Indonesia" yang sajaknya dimuat dalam antologi  “Dari Negeri Abal-abal”  terbitan Kosakatakita Jakarta yang akan diluncurkan di Tegal pada 9-10 Maret mendatang.

Sebelumnya, 2-3 Maret kemaren, ia juga diundang membacakan sajak-sajaknya di Kota Pekalongan pada iven Temu Penyair Lintas Daerah se Indonesia karena sajaknya dimuat dalam buku "Indonesia dalam Titik 13"

Dengan demikian, selama Maret 2013 ini, sajak-sajak Syarifuddin Arifin dimuat dalam dua antologi yang dilaunching di Jawa Tengah, yakni "Dari Negeri Abal-abal" di Tegal dan "Indonesia dalam Titik 13" di Pekalongan.

Menurut Syarifuddin Arifin, dari 99 penyair yang lolos kurasi dalam "Dari Negeri Abal-abal" hanya empat orang saja yang berasal dari Sumatera, satu diantaranya dari Padang.  

“Syarifuddin Arifin ternyata piawai juga di panggung, yang menghidupkan karya - karyanya dengan cukup teatrikal,” kata Hadi Lempe, seniman Pekalongan sesaat ia turun dari panggung pada malam pembacaan sajak oleh penyairnya di aula Balaikota Pekalonga, 2 Maret lalu.

Pada malam itu, ia mampu membuat audiencenya terpaku, karena ekspresinya ketika membacakan sajak satire "Di Kebun Para Pakar" yang sarat dengan kritik sosial politik yang cukup aktual.

Dilaporkan : 0scar Amran

Thursday, February 28, 2013

Sekapur Sirih



10/06/2012

  seperti dakocan berwarna merah dan kuning tiba-tiba dimatikan lawan sambil senyum dengan mengakhiri permainan kartu menjelang subuh, hemaglobin merapung dan adrenalinku melemahkan denyut jantung ini. Sementara di sana, puluhan poster dan spanduk memanaskan api, mencairkan dahak atas perselingkuhan hukum yang saling orgasme, entah siapa yg melakukan penetrasi, karena mereka mengaku paling gagah dan jago meski ke duanya layu dan perlu ditegakkan kembali.

Aku masih ingin menyusun kartu-kartu itu, meski tanpa yoker yang seenaknya keluar masuk ke segala sektor kehidupan ini, untuk memastikan siapa maling yang paling kondang di antara kawan sepermainan ini.

(Padang, 6 Oktober 2012)
08/22/2012

 

dilicinnya punggung belut, aku bersikukuh
menyelam ke dalam lunau, menembus gelembung
pernafasan yang kian meregang


apa yang tersisa di antara kita?

hanya denyut yang makin melemah
bagai pelita kehabisan damar

Padang, 13 Juli 2012


08/22/2012

 
-setelah melihat pipiet senja yang terbaring di rs dustira-

Malam menemui sang
sempit nian ruang


Perangko pas kehabisan
kita tempelkan kembar
ruang bergerak
lalu mati!

Sang malam memelukku
pasrah tak sempat jitu
nikmatnya pun tak bersatu

Malam menemui sang
lantas Kau terbaring di ranjang
kekasihku rohnya terpanggang

1980
(dari kumpulan puisi "NGARAI', 1980)


|

Puisi Kopi Marah Syarifuddin Arifin

Kopi Gayo
            –kepada  lesik keti ara–
Secangkir kopi yang kau suguhkan
telah menyeruak aromanya
merontokkan bulu hidung urang puteh
pohonnya tumbuh di dataran tinggi Gayo
melambai, menggamit si mata biru

mukjizat kopimu, ayah
memperkuat daya tahan Aceh

menyemangati hidup semua
mengawali pagi berangkat kerja
sumber inspirasi lawan bicara
obat mujarab segala siksa
pengikat lelah menghimpun tenaga
sejak balita sampai manula

dari dataran tinggi Gayo
burung-burung datang dan pergi
membawa dan menyerakkan biji kopi
menggembur sampai ke tanah tepi
ke tanah subur hamparan leka
hingga Aceh mendecak selera
sampai kini dan selamanya
Banda Aceh, 2012
Biji Kopimu, Dik
Secangkir kopi yang kau suguhkan, dik
membangkitkan gairah hidupku
anak-anak kopi yang menghitam
manisnya memancar ke wajahmu

ah, aku jatuh cinta lagi
padamu, pada perjuanganmu
memerdekakan inong bale
dari ketakutan riuhnya angin
yang bertiup dari barat sana

kureguk juga kopimu
dari tanoh indatu
bunga-bunganya semerbak
sampai hari ini
Padang-Banda Aceh, 2002
Mukjizat Sesudu Kopi
tengah malam
menjelang dini hari
ketika embun memberat
dan jatuh di ujung-ujung daun
aku menikmati segelas kopi
lalu
ku dengar tangis seorang bayi
yang meronta kuat sekali
di pangkuan ibunya

“ya Allah, anakku, panasnya\meninggi”

lalu aku datang mengetok pintu
si bayi terdiam sejenak dan meronta lagi
“Bukan ayahmu, nak. Mungkin malaikat
membawa sesendok kopi untukmu,”

kopi dalam gelas masih tersisa
untuk sereguk saja.
lalu kutuang ke telapak tangan
ketiadaan sudu
menyuapkannya pada sang bayi,
mengusapkan sisa bubuk kopi yang lembab
ke ubun-ubun dan pusar si bayi
dan ia pun tertidur pulas
mengembalikan suhu tubuhnya
menormalkan panas di pangkuan sang ibu
Lhong Raya, 2011
Kopi  Uleekareng
Aroma kopi Uleekareng
menyeruak  di simpang tujuh
duduk membicarakan apa saja
peugahhaba  sambil memegang mataangin
bagaikan semua selesai di meja
gelas-gelas kopi tak pernah
meninggalkan kehangatan
di setiap regukan
yang menyala ke jantung hati

Di simpang tujuh Uleekareng
kopi mengerikil pecah delapan
menggigit lidah ke seluruh penjuru
menyatukan citrarasanya
dalam idiolek Aceh Rayeuk
dirindukan Melayu se Nusantara
Banda Aceh, 20 Oktober 2012
-Peugahhaba = bincang-bincang, membicarakan apa saja
Seteguk Kopi, Cukuplah
                            -sahabatku, kardy syaid-
Tanpa seteguk kopi
seperti tak lengkap hidup ini

biji kopi menggelinding
ke mana-mana
di mana-mana
kapan saja
menyeruak, mengaliri aorta
lalu masuk ke dalam amplop
gambar-gambar para arsitek
ke dalam aspal dan kerikil
dalam gedung-gedung yang dingin
menghangatkan pejabat dan pengusaha
di kursi bambu sampai ke pelanta
petani dan nelayan
mereguknya penuh nikmat

seteguk kopi, cukuplah
untuk menikmati sehisap rokok
lalu menimbang kebijakan
dari bidak-bidak catur
menghancurkan benteng
melumpuhkan kuda patah kaki
menggembirakan raja tak bermahkota

ya, hanya dengan seteguk kopi
cukuplah
melengkapkan hidup ini
            Banda Aceh, 23 Oktober 2012
Marah Syarifuddin Arifin

Wednesday, February 27, 2013

SYARIFUDDIN ARIFIN



SYARIFUDDIN ARIFIN; Lahir di Jakarta. Berpendidikan: ST-KIP,  Sumbar, jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Akademi Ilmu Komunikasi (AIK) Padang. Mengikuti Lokakarya Penulisan Cerpen (1981) di Cibogo, Bogor oleh Majalah Sastra Horison & Majalah Kebudayaan Basis.Tulisanya dimuat di beberapa media cetak (majalah dan koran)  Jakarta dan Padang, juga di Majalah Sastra Horison. Salah seorang penggiat Bengkel Sastra Ibukota (BSI) Jakarta, 1980-an. Pernah di BUMI (Teater,Sastera dan Senirupa), pengasuh/sutradara di Teater Jenjang dan Teater Flamboyan Padang, mendirikan Sanggar Penulisan MASA Padang (1984), mantan pengurus Dewan Kesenian Sumbar dan Padang. Telah melakukan perjalanan sastra & budaya dan jurnalistik ke Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura.
Buku Puisi: Ngarai (1980) diterbitkan Kolase Kliq Jakarta. Catatan Angin di Ujung Ilalang (1998) ditebitkan Taman Budaya Sumbar, dan Maling Kondang (2012) terbitan Tersa Budaya Jakarta. Beberapa antologi bersama, al. Sembilan (1979) oleh Kolase Kliq Jakarta, Sajak-sajak Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka, (1995) oleh Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta, Parade Karya Sastra se Sumatera-Jawa (1995) oleh Forum Sastra Bengkulu, Hawa (1996) oleh  Studio Sangkaduo Padang, Penyair Sumatera Barat (1999) oleh Dewan Kesenian Sumbar), Parade Penyair Sumatera (2000)Pameran dan Pergelaran Seni se Sumatera (PPSS) Jambi, Suara-suara dari Pinggiran (2012) oleh Kelompok Studi Sastra Bianglala, Penyair Dunia Numera(2012) oleh Numera Malaysia, Sauk Seloko (2012) antologi puisi Pertemuan Penyair Nusantara ke 6 (PPN VI) Jambi.
Kumpulan Cerpen al, Bermula dari Debu, (1986) oleh Himpunan Mahasiswa Sastra Sumatera Barat (HMSSB), G a m a n g (1989) oleh Sanggar Sastra MASA dan Taman Budaya Sumbar.
Novel/cerbung al. Untuk Sebuah Cinta (2000) dimuat Harian Umum Haluan Padang, Sarjana Sate (2001) dan Anak Angin di Celah Awan Jingga (2002) Mingguan Sumbar Ekspres Padang.
Memenangkan Sayembara Penulisan Cerpen Perjuangan, 1982 oleh PWI Sumbar, memenangkan Sayembara Penulisan Kritik Sastra,1984 oleh FPBS IKIP Padang, memenangkan Sayembara Penulisan Cerpen HUT Mingguan Singgalang Padang, 1985, memenangkan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara, 1984.  Pemenang Lomba Penulisan Kritik Seni Pertunjukan oleh Deputy Seni-Budaya, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,2003. Setelah memenangkan Sayembara Penulisan Cerpen-Cerbung Majalah Kartini 2003, novelnya Menguak Atmosfir dimuat sebagai cerbung di Majalah Wanita Kartini, 2004.
Beberapakali mengikuti/peserta pada Pertemuan Sastrawan Nusantara, al, di Jakarta (1979), Kayutanam Sumbar (1997), dan di Johor Baharu, Malaysia (1999). Refleksi Setengah Abad Indonesia di Solo (1995), Kongres Kebudayaan IV di TMII (1993), Kongres PARFI di Jakarta (1993, 1997), Kongres PAPPRI di Puncak Jawa Barat (2002), Kongres Kesenian di TMII (2005) Pertemuan Penyair Dunia Numera di Kuala Lumpur (2012), Pertemuan Penyair Nusantara di Jambi (2012), Pertemuan Penyair antar Daerah di Pekalongan, (2013)
Selain itu ia juga pekerja teater dan pemain film/sinetron.

Pengalaman berkarir di dunia cinema diantaranya :
Siti Nurbaya, Sengsara Membawa Nikmat, 'lah Jodoh (TVRI),
Kembalinya si Anak Hilang, Maling Kundang, Duo Datuk (SCTV),
Masih Ada Kapal ke Padang (RCTI), 

Cinta Kartika (astro prima, TV3 Malaysia)
Selembut Wajah Anggun, Para Perintis Kemerdekaan, Raja Malewar (film bioskop)