10/06/2012
seperti
dakocan berwarna merah dan kuning tiba-tiba dimatikan lawan sambil senyum dengan
mengakhiri permainan kartu menjelang subuh, hemaglobin merapung dan adrenalinku
melemahkan denyut jantung ini. Sementara di sana, puluhan poster dan spanduk
memanaskan api, mencairkan dahak atas perselingkuhan hukum yang saling orgasme,
entah siapa yg melakukan penetrasi, karena mereka mengaku paling gagah dan jago
meski ke duanya layu dan perlu ditegakkan kembali.
Aku masih ingin menyusun kartu-kartu itu, meski tanpa yoker yang seenaknya
keluar masuk ke segala sektor kehidupan ini, untuk memastikan siapa maling yang
paling kondang di antara kawan sepermainan ini.
(Padang, 6 Oktober 2012)
08/22/2012
dilicinnya punggung belut, aku bersikukuh
menyelam ke dalam lunau, menembus gelembung
pernafasan yang kian meregang
apa yang tersisa di antara kita?
hanya denyut yang makin melemah
bagai pelita kehabisan damar
Padang, 13 Juli 2012
08/22/2012
-setelah
melihat pipiet senja yang terbaring di rs dustira-
Malam menemui sang
sempit nian ruang
Perangko pas kehabisan
kita tempelkan kembar
ruang bergerak
lalu mati!
Sang malam memelukku
pasrah tak sempat jitu
nikmatnya pun tak bersatu
Malam menemui sang
lantas Kau terbaring di ranjang
kekasihku rohnya terpanggang
1980
(dari kumpulan puisi "NGARAI', 1980)
Puisi Kopi Marah Syarifuddin Arifin
Kopi Gayo
–kepada lesik keti ara–
Secangkir kopi yang kau
suguhkan
telah menyeruak aromanya
merontokkan bulu hidung
urang puteh
pohonnya tumbuh di
dataran tinggi Gayo
melambai, menggamit si
mata biru
mukjizat kopimu, ayah
memperkuat daya tahan
Aceh
menyemangati hidup semua
mengawali pagi berangkat
kerja
sumber inspirasi lawan
bicara
obat mujarab segala siksa
pengikat lelah menghimpun
tenaga
sejak balita sampai
manula
dari dataran tinggi Gayo
burung-burung datang dan
pergi
membawa dan menyerakkan
biji kopi
menggembur sampai ke
tanah tepi
ke tanah subur hamparan
leka
hingga Aceh mendecak
selera
sampai kini dan selamanya
Banda Aceh, 2012
Biji Kopimu, Dik
Secangkir kopi yang kau
suguhkan, dik
membangkitkan gairah
hidupku
anak-anak kopi yang menghitam
manisnya memancar ke
wajahmu
ah, aku jatuh cinta lagi
padamu, pada perjuanganmu
memerdekakan inong
bale
dari ketakutan riuhnya
angin
yang bertiup dari barat
sana
kureguk juga kopimu
dari tanoh indatu
bunga-bunganya semerbak
sampai hari ini
Padang-Banda Aceh, 2002
Mukjizat Sesudu Kopi
tengah malam
menjelang dini hari
ketika embun memberat
dan jatuh di ujung-ujung
daun
aku menikmati segelas
kopi
lalu
ku dengar tangis seorang
bayi
yang meronta kuat sekali
di pangkuan ibunya
“ya Allah, anakku,
panasnya\meninggi”
lalu aku datang mengetok
pintu
si bayi terdiam sejenak
dan meronta lagi
“Bukan ayahmu, nak.
Mungkin malaikat
membawa sesendok kopi
untukmu,”
kopi dalam gelas masih
tersisa
untuk sereguk saja.
lalu kutuang ke telapak
tangan
ketiadaan sudu
menyuapkannya pada sang
bayi,
mengusapkan sisa bubuk
kopi yang lembab
ke ubun-ubun dan pusar si
bayi
dan ia pun tertidur pulas
mengembalikan suhu
tubuhnya
menormalkan panas di
pangkuan sang ibu
Lhong Raya, 2011
Kopi Uleekareng
Aroma kopi Uleekareng
menyeruak di
simpang tujuh
duduk membicarakan apa
saja
peugahhaba sambil memegang mataangin
bagaikan semua selesai di
meja
gelas-gelas kopi tak
pernah
meninggalkan kehangatan
di setiap regukan
yang menyala ke jantung
hati
Di simpang tujuh
Uleekareng
kopi mengerikil pecah
delapan
menggigit lidah ke
seluruh penjuru
menyatukan citrarasanya
dalam idiolek Aceh Rayeuk
dirindukan Melayu se
Nusantara
Banda Aceh, 20 Oktober 2012
-Peugahhaba =
bincang-bincang, membicarakan apa saja
Seteguk Kopi, Cukuplah
-sahabatku, kardy syaid-
Tanpa seteguk kopi
seperti tak lengkap hidup
ini
biji kopi menggelinding
ke mana-mana
di mana-mana
kapan saja
menyeruak, mengaliri
aorta
lalu masuk ke dalam
amplop
gambar-gambar para
arsitek
ke dalam aspal dan
kerikil
dalam gedung-gedung yang
dingin
menghangatkan pejabat dan
pengusaha
di kursi bambu sampai ke
pelanta
petani dan nelayan
mereguknya penuh nikmat
seteguk kopi, cukuplah
untuk menikmati sehisap
rokok
lalu menimbang kebijakan
dari bidak-bidak catur
menghancurkan benteng
melumpuhkan kuda patah
kaki
menggembirakan raja tak
bermahkota
ya, hanya dengan seteguk
kopi
cukuplah
melengkapkan hidup ini
Banda Aceh, 23 Oktober 2012