Friday, February 22nd, 2013 |
Puisi Kopi Marah Syarifuddin Arifin
Kopi Gayo
–kepada lesik keti ara–
Secangkir kopi yang kau
suguhkan
telah menyeruak aromanya
merontokkan bulu hidung
urang puteh
pohonnya tumbuh di
dataran tinggi Gayo
melambai, menggamit si
mata biru
mukjizat kopimu, ayah
memperkuat daya tahan
Aceh
menyemangati hidup semua
mengawali pagi berangkat
kerja
sumber inspirasi lawan
bicara
obat mujarab segala siksa
pengikat lelah menghimpun
tenaga
sejak balita sampai
manula
dari dataran tinggi Gayo
burung-burung datang dan
pergi
membawa dan menyerakkan
biji kopi
menggembur sampai ke
tanah tepi
ke tanah subur hamparan
leka
hingga Aceh mendecak
selera
sampai kini dan selamanya
Banda Aceh, 2012
Biji Kopimu, Dik
Secangkir kopi yang kau
suguhkan, dik
membangkitkan gairah
hidupku
anak-anak kopi yang menghitam
manisnya memancar ke
wajahmu
ah, aku jatuh cinta lagi
padamu, pada perjuanganmu
memerdekakan inong
bale
dari ketakutan riuhnya
angin
yang bertiup dari barat
sana
kureguk juga kopimu
dari tanoh indatu
bunga-bunganya semerbak
sampai hari ini
Padang-Banda Aceh, 2002
Mukjizat Sesudu Kopi
tengah malam
menjelang dini hari
ketika embun memberat
dan jatuh di ujung-ujung
daun
aku menikmati segelas
kopi
lalu
ku dengar tangis seorang
bayi
yang meronta kuat sekali
di pangkuan ibunya
“ya Allah, anakku,
panasnya\meninggi”
lalu aku datang mengetok
pintu
si bayi terdiam sejenak
dan meronta lagi
“Bukan ayahmu, nak.
Mungkin malaikat
membawa sesendok kopi
untukmu,”
kopi dalam gelas masih
tersisa
untuk sereguk saja.
lalu kutuang ke telapak
tangan
ketiadaan sudu
menyuapkannya pada sang
bayi,
mengusapkan sisa bubuk
kopi yang lembab
ke ubun-ubun dan pusar si
bayi
dan ia pun tertidur pulas
mengembalikan suhu
tubuhnya
menormalkan panas di
pangkuan sang ibu
Lhong Raya, 2011
Kopi Uleekareng
Aroma kopi Uleekareng
menyeruak di
simpang tujuh
duduk membicarakan apa
saja
peugahhaba sambil memegang mataangin
bagaikan semua selesai di
meja
gelas-gelas kopi tak
pernah
meninggalkan kehangatan
di setiap regukan
yang menyala ke jantung
hati
Di simpang tujuh
Uleekareng
kopi mengerikil pecah
delapan
menggigit lidah ke
seluruh penjuru
menyatukan citrarasanya
dalam idiolek Aceh Rayeuk
dirindukan Melayu se
Nusantara
Banda Aceh, 20 Oktober 2012
-Peugahhaba =
bincang-bincang, membicarakan apa saja
Seteguk Kopi, Cukuplah
-sahabatku, kardy syaid-
Tanpa seteguk kopi
seperti tak lengkap hidup
ini
biji kopi menggelinding
ke mana-mana
di mana-mana
kapan saja
menyeruak, mengaliri
aorta
lalu masuk ke dalam
amplop
gambar-gambar para
arsitek
ke dalam aspal dan
kerikil
dalam gedung-gedung yang
dingin
menghangatkan pejabat dan
pengusaha
di kursi bambu sampai ke
pelanta
petani dan nelayan
mereguknya penuh nikmat
seteguk kopi, cukuplah
untuk menikmati sehisap
rokok
lalu menimbang kebijakan
dari bidak-bidak catur
menghancurkan benteng
melumpuhkan kuda patah
kaki
menggembirakan raja tak
bermahkota
ya, hanya dengan seteguk
kopi
cukuplah
melengkapkan hidup ini
Banda Aceh, 23 Oktober 2012
Marah Syarifuddin Arifin
Marah Syarifuddin Arifin, lahir di Jakarta, 1
Juni 1960. Alumnus ST-KIP, AIK Padang. Mengikuti Lokakarya Penulisan
Cerpen (1981) di Cibogo, Majalah Sastra Horison & Majalah Kebudayaan
Basis.Tulisanya telah dimuat media cetak Jakarta dan Padang, Majalah Sastra
Horison. Penggiat Bengkel Sastra Ibukota (BSI) Jakarta, 1980-an. Pernah di BUMI
(Teater,Sastera dan Senirupa), pengasuh/sutradara di Teater Jenjang dan Teater
Flamboyan Padang. Pendiri Sanggar Penulisan MASA Padang (1984), mantan
pengurus Dewan Kesenian Padang dan Sumbar. Pertemuan Sastrawan Nusantara, al,
di Jakarta (1979), Kayutanam Sumbar (1997), dan di Johor Baharu, Malaysia (1999).
Kongres Kesenian di TMII (2005), Kongres PARFI di Jakarta (1993, 1997), Kongres
PAPPRI di Puncak Jawa Barat (2002)
Selain itu ia juga pekerja teater dan pemain
film/sinetron. Melakukan perjalanan sastra & budaya dan jurnalistik ke
Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Selain itu karya
Syarifuddin Arifin karya termuat dalam garai (1980) , Catatan Angin
di Ujung Ilalang (1998), Sembilan (1979), Sajak-sajak Refleksi
Setengah Abad Indonesia Merdeka (1995), Parade Karya Sastra se
Sumatera-Jawa (1995), Hawa (1996), Penyair Sumatera Barat (1999),
Parade Penyair Sumatera (2000), Suara-suara dari Pinggiran (2012),
Bermula dari Debu (1986), Gamang (1989). Novel/cerbung Untuk
Sebuah Cinta (2000), Sarjana Sate (2001), Anak Angin di Celah
Awan Jingga (2002).
Syarifuddin Arifin juga pernah memenangkan Sayembara Penulisan Cerpen Perjuangan, 1982 PWI Sumbar,
Sayembara Penulisan Kritik Sastra, 1984 Cerpen HUT Mingguan Singgalang Padang
1985, Naskah Sandiwara 1984, Kritik Seni Pertunjukan 2003, Cerpen Majalah Kartini
2003, novelnya Menguak Atmosfir 2004.
Puisi karya Marah Syarifuddin Arifin
dinyatakan lulus seleksi tahap pertama, dan berhak menjadi nominator karya yang
akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan The Gayo
Institute (TGI) dengan editor Fikar W Eda dan Salman Yoga S.
***
TONGGAK VILLA-SANINGBAKAR
Rabu, 20 Juni 2012
MALAM INI, SYARIFUDDIN ARIFIN KULITI KORUPTOR
DRAMATISASI PUISI MALING KONDANG
Sepak terjang pejabat, politisi, pengusaha, budayawan, akademisi, pengacara, yang diselimuti kemunafikan dan acap menyengsarakan rakyat, malam ini, Rabu (20/6), akan dikuliti dalam pertunjukan dramatisasi puisi “Malin Kondang” di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat.
“Malin Kondang” adalah titel kumpulan puisi tunggal Syarifuddin Arifin yang diterbitkan Teras Budaya Jakarta Mei 2012 ini yang sakaligus diluncurkan pada malam nanti.
Syarifuddin Arifin, wartawan dan sastrawan Sumbar, naik panggung lagi setelah lebih 15 tahun tidak membacakan sajak-sajaknya. Kali ini, ia akan mendramatisasi beberapa sajaknya yang terkumpul dalam “Maling Kondang” (bukan Malin Kundang).
“Pertunjukan dramatisasi puisi ”Maling Kondang” mengacu pada pemaknaan kondisi busuknya negeri ini. Koruptor meraja lela, dan kemunafikan para pejabat sudah menjadi hal wajar. Pertunjukan digarap Teater Nan Tumpah Padang sutradara Mahatma Muhammad,” kata Syarifuddin Arifin kepada Haluan, Selasa (19/6).
Antologi Puisi ”Maling Kondang” tersebut, menurut penyair yang pernah menjadi wartawan Haluan ini, berisi tentang kecemasannya, baik sebagai warga Kota Padang yang tidak bisa tidur karena isu gempa dan tsunami, maupun anak bangsa Indonesia yang gamang melihat perkembangan politik, ekonomi yang semakin memiriskan.
“Politikus, praktisi hukum, dan pejabat negeri ini, akan rugi bila tidak menyaksikan pertunjukan ini,” kata Syarifuddin Arifin yang akrab disapa dengan sebutan If ini.
Setelah launching di Taman Budaya Sumatera Barat, antologi ini akan didiskusikan di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB. Jassin– TIM, Jakarta.
Sajak-sajak yang terhimpun dalam buku “Maling Kondang” antara lain ditulis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2001-2012).
Buku ini diantar oleh Dekan Fakultas Sastra Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Prof Dr Wahyu Wibowo dan Cunong Nunuk Suraja, lecture pada Universitas Ibnu Khaldun Bogor, dengan testimoni/endorsmen kulit belakang oleh Suryadi Sunuri dari Leiden Universiteit dan Heru Emka salah seorang pengamat sastra Indonesia yang meninggal dunia awal Mei lalu.
Syarifuddin Arifin berharap dengan dibacanya buku puisi ini oleh politikus, praktisi hukum dan pejabat-pejabat, akan mampu berintrospeksi diri dan menyadari bahwa rakyat badarai ternyata banyak yang tidak suka dan muak melihat tingkah mereka.
“Rakyat sekarang butuh makan, pendidikan dan kesehatan mereka diperhatikan. Pejabat jangan hanya berwacana dan menakuti rakyat dengan isu-isu gempa dan tsunami yang dahsyat. Sementara bangunan baru di zone merah tetap didirikan sampai hari ini. (h/naz)
http://www.harianhaluan.com
Label:FOTO SUMBAR
***
Kisah “Di Negeri Pelacur yang Pekak”
Maling Kondang dalam Puisi

Setelah
melacurkan kebijakan, mereka menikmatinya dengan membungkus sistem
begitu rapi. Seperti mengarungkan kucing, lalu menerima komisi dari
gedung-gedung kedap suara, penentu nasib anak negeri. Lalu mereka berteriak;
pelacuran harus dibasmi!
Demikian sepenggal
puisi Di Negeri Pelacur yang Pekak karya Syarifuddin Arifin,
dibacakan seniman teater Rizal Tanjung di gedung Teater Taman Budaya Sumbar,
Rabu (20/6) malam, dalam peluncuran buku kumpulan puisi Maling Kondang
karya Syarifuddin Arifin.
Sebelum Rizal Tanjung membacakan puisi tersebut,
terlebih dahulu empat pembaca puisi lainnya membacakan puisi-puisi If (begitu
Syarifuddin Arifin akrab disapa). Dibuka Armen Syufhasril dengan puisi Putri
Raja di Sarang Penyamun, setelah itu tampil pembaca syair kawakan Andria
C Thamsin dengan membaca dan menampilkan musikalisasi puisi dari puisi Berkemaslah
dan Takut Taktik.
Dua seniman lain juga membacakan puisi If yang
lainnya. Yakni, sutradara teater Imaji Muhammad Ibrahim Ilyas bertajuk Gelombang
Dalam dan Lismomon Nata Sutan Kayo yang membaca sajak Bengkalai
Utopia.
Seusai itu, Maling Kondang pun diluncurkan oleh
sastrawan Abarar Yusra. Ini ditandai penyerahan buku Maling Kondang kepada
sejumlah tokoh dari berbagai bidang. Rusli Marzuki Saria dari kalangan
budayawan, Firdaus dari kalangan pers, Sastri Y Bakrie dari birokrat, Eldi
Sutrisno dari legislatif, dan Efriyatri sebagai Kepala Taman Budaya Sumbar.
Selesai itu, dilanjutkan dengan
pementasan visualisasi puisi Syarifuddin Arifin oleh Teater Nan Tumpah yang disutradarai
Mahatma Muhammad. Ada sekitar 15 puisi If yang diramu Mahatma menjadi sebuah
pertunjukkan visualisasi puisi tersebut.
Dalam visualisasi puisi itu, ada 14 aktor bermain,
termasuk penyairnya sendiri, Syarifuddin Arifin. Visualisasi puisi itu pun
hadir dengan cukup segar, dan beberapa kali mendapat tepuk tangan dari
penonton.
Rizal Tanjung mengatakan meski kemasan seperti
ini pernah dilakukan sejumlah penyair lain, tapi cara ini bisa lebih mudah
mendekatkan karya-karya penyair tersebut kepada masyarakat atau penonton. (cip)
***
Penyair Syarifuddin Arifin Diundang
ke Iven Penyair Dunia
Selasa, 25 September 2012 - 08:47:23 WIB
Selasa, 25 September 2012 - 08:47:23 WIB
PADANG, SO--Syarifuddin Arifin, wartawan dan
sastrawan asal Padang yang baru saja meluncurkan buku puisinya "Maling
Kondang", diundang Presiden Nusantara Melayu Raya (NUMERA) Malaysia, Dato
SN Dr. Ahmad Khemal Abdullah yang popular dengan nama Dato Kemala ke even
Penyair Dunia Numera di Kuala Lumpur, 26-28 September mendatang.
Kegiatan yang melibatkan sedikitnya
7 negara tersebut, bertemakan "Penyair, Puisi dan, Perang". Negara
peserta antara lain ialah; India, Rusia, Afsel, Thailand, Singapura, Brunei
Darussalam, Indonesia dan Malaysia.
Penyair Indonesia yang diundang
selain Syarifuddin Arifin ialah LK Ara dan Zubaidah Djohar (Aceh) dan Iwan
Soekri (Jabar).
Kegiatan ini merupakan kepedulian
sastrawan Melayu terhadap kemanusiaan dalam gebalau sosial yang tak menentu
akhir-akhir ini. “Juga mengupayakan Bahasa Melayu, agar tidak ditindas oleh
perkembangan bahasa lain yang cukup pesat,” kata Dato Kemala.
Sebagai salah seorang peserta,
Syarifuddin Arifin akan membacakan sajak-sajaknya di Rebung dan menjadi tamu
resmi Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia di Kuala Lumpur.
Selain itu kepada www.sumbaronline.com,
Syarifuddin Arifin mengatakan, pada iven ini ia juga akan berkesempatan memberi
ceramah tentang "Perkembangan Sastra Indonesia" di Sekolah
Indonesia Kuala Lumpur (SIK) pada 29 September.
***
|
No comments:
Post a Comment